Al-FaSya
Al-FaSya
Admin
Halo 👋
Ada yang bisa dibantu?

Su'udzon yang Diperbolehkan


Hadits Tentang Su'udzon

Dalam banyak dalil Al-Qur'an dan hadits menganjurkan kita untuk menjaga diri dari Su'udzon. Namun ada kondisi tertentu yang mengharuskan kita bersuudzon untuk menjaga dan melindungi keselamatan diri. Salah satunya tertuang dalam sebuah hadits dari kitab Mukhtarul Ahadits susunan Sayyid Ahmad Al-Hasyimi berikut ini:


احْتَرِسُوا مِن النَّاسِ بِسُوءِ الظَّنِّ
[ رواه الطبراني  في الأوسَطِ ورواه أحمد والبيهقي في مختار الأحاديث النبوية والحكم المحمدية ]

“Jagalah diri kalian (waspadalah) terhadap manusia dengan su'udzan.”
(HR.Thobroni dalam kitab Al-Awsath, Ahmad dan Baihaqi dalam kitab Mukhtarul Ahadits)


Adalah sebuah himbauan kepada kita agar kita bersikap waspada terhadap manusia (yakni dari keburukannya) dengan su'udzan. Demikianlah yang disampaikan oleh Muthorrif bin Abbdillah as Syikhir yang merupakan pembesar Tabi'in Basrah, dan merupakan seorang perawi hadits nabawi.

Dalam kitab Faydhul Qadir ada yang menyatakan:  " ولا تَثِقُوا بِكُلِّ أحَدٍ، فإنَّهُ أسلَمُ لَكُم " - Janganlah kamu percaya dengan semua orang, karena itu lebih menyelamatkan bagimu.

Ibnu Asakir menambahkan dalil atas hal ini dengan sebuah khobar dari Ibnu Abbas r.a yang berupa hadits marfu':
مَن حَسَّنَ ظَنَّهُ بالنَّاسِ كَثُرَت نَدَامَتُهُ

Barang siapa berprasangka baik kepada seluruh manusia, maka banyak merasakan penyesalan.


Mu'awiyah pernah bertanya kepada Abid Syibrimah yang berumur 200 tahun, “Apa saja yang telah engkau saksikan?”
Ia menjawab, “Aku telah menemui banyak manusia, dan semua dari mereka berkata, 'Manusia (yang baik) telah pergi.”

Ada pula yang mengatakan, “Tidak tersisa dari manusia kecuali seperti anjing yang menggonggong atau seperti keledai yang meringkik maka waspadailah keduanya.”

Sebagian ulama terdahulu pernah berkata, “Kalau dunia ini dipenuhi hewan buas dan ular berbisa, aku tidak merasa khawatir. Akan tetapi kalau di dunia ini tersisa satu manusia saja, maka aku akan lebih mengkhawatirkannya.”

Dalam pepatah Arab dikatakan:
رب زائر يراوحك ويغاديك وهو ممن يكادحك ويعاديك

Betapa banyak peziarah yang datang padamu dan menghiburmu, padahal dia adalah termasuk orang-orang yang menipumu dan memusuhimu.


Apakah Hadits di atas tadi bertentangan dengan hadits berikut?




  • عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَاِنَّ الظَّنَّ اَكْذَبُ الْحَدِيث
(متفق عليه)

Artinya: “Dari Abu Hurairah ia berkata telah bersabda Rasululloh.” Jauhkanlah dirikamu daripada sangka (jahat) karena sangka (jahat) itu sedusta-dusta pembicaraan(hati).”
(HR. Muttafaq Alaih)


  • إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَاِنَّ الظَّنَّ اَكْذَبُ الْحَدِيث ،وَلاَتَحَسَّسُوا وَلآتَجَسَّسُوْا وَلآتَحَاسَدُوا وَلآتَدَابَرُواوَلآتَبَاغَضُوا وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا
(رواه البخارى)

Artinya: “Jauhilah sifat berprasangka karena sifat berprasangka itu adalah sedusta-dusta pembicaraan. Dan janganlah kamu mencari kesalahan, memata-matai,janganlah kamu berdengki-dengkian, janganlah kamu belakang-membelakangi danjanganlah kamu benci-bencian. Dan hendaklah kamu semua wahai hamba-hamba Allahbersaudara.”
(HR. Bukhori).



Hadits احْتَرِسُوا مِن النَّاسِ بِسُوءِ الظَّنِّ sama sekali tidak bertentangan dengan hadits-hadits tersebut, dikarenakan hadits tersebut memang sesuai penempatannya yakni terhadap orang yang bagus sikap prilakunya dan juga amanah. Sedangkan hadits tentang su'udzan kepada manusia itu ditujukan terhadap orang yang tampak jelas memiliki sikap prilaku buruk seperti; menipu, pembuat makar, pengingkar janji, khiyanat, dan lain sebagainya.


Batasan Orang yang Boleh Kita Su'udzan Terhadapnya


Sudah lazim bahwa sebuah hadit pastinya ditempatkan dalam porsi yang sesuai dan sepantasnya, karena kebaikan yang tidak diletakkan pada tempatnya pun berakibat tidak baik pula. Sebagaimana obat yang dikonsumsi sesuai dosis dan penyakitnya. Tidak semua penyakit bisa sembuh dengan satu obat yang sama, dan akan sangat berbahaya bila melebihi dosis yang ditunjukkan dokter.

Mengenai hal ini, dalam kitab Faydhul Qadir diterangkan bahwa asas praduga itu mengunggulkan/mendominasi terhadap salah satu dari dua sisi (baik dan buruk). Oleh karenanya, batasan sikap kita terhadap hal ini adalah dengan melihat sisi yang mendominasi sifat dan prilaku seseorang.

Orang yang sudah jelas memiliki qarinah/indikasi keburukan yang mendominasi dalam prilakunya maka diperkenankan bagi kita untuk memberlakukan sikap waspada terhadapnya dengan su'udzan untuk menjaga diri kita dari terjadinya hal-hal/perbuatan yang tidak diinginkan. Sepeti yang sudah dijelaskan tadi di atas, bahwa hadits ini ditujukan kepada orang yang jelas-jelas memiliki karakter prilaku buruk seperti; menipu, pembuat makar, khiyanat, dsb.

Begitu pula berlaku hukum sebaliknya; yakni orang yang jelas memiliki dominasi kebaikan dalam kepribadiannya maka kita diharuskan berhusnudzan terhadapnya.

Dari Hadits ini kita belajar hendaknya kita mewaspadai kejahatan manusia dengan cara bersuudzon kepada mereka. Dan janganlah kita mudah mempercayai semua orang, sebab itu lebih selamat bagi kita. Kita dianjurkan untuk bersikap waspada kepada orang yang biasa berbuat buruk/jahat. Sebab husnudzon kepada orang yang selalu berbuat kejahatan itu adalah termasuk hal yang sering membuat penyesalan di kemudian hari.

Rasulullah SAW pernah bersabda:

لَا يُلْدَغُ الْمُؤْمِنُ مِنْ جُحْرٍ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ

Seorang mukmin tidak akan tersengat dari lubang hewan yang sama dua kali.
(HR Bukhari)

Al Khathabi mengatakan:
Makna hadits ini adalah hendaknya seorang mukmin menjadi orang yang waspada baik dalam urusan dunia maupun agama, jangan sampai ia lalai sehingga tertipu berkali-kali oleh orang yang sama. Dalam hadits lain dikatakan:
 الْمُؤْمِن كَيِّس حَذِر

Seorang mukmin itu cerdas dan waspada.” (HR Dailami)

Diceritakan dalam perang Badar, Nabi Muhammad SAW menawan Abu Azzah al Jumahi yang kemudian memohon untuk dibebaskan karena memiliki keluarga yang dikhawatirkan tidak terawat kalau ia mati. Maka Nabi Muhammad SAW pun membebaskannya tanpa tebusan. Lalu pada perang Uhud, Abu Azza kembali tertawan, dan dengan alasan yang sama seperti sebelumnya ia pun meminta agar dibebaskan. Maka Nabi Muhammad SAW pun menjawab:

لَا تَمْسَح عَارِضَيْك بِمَكَّة تَقُول سَخِرْت بِمُحَمَّدٍ مَرَّتَيْنِ

Jangan sampai nanti engkau mengusap janggutmu di Makkah sambil berkata, “Aku telah menipu Muhammad dua kali.”

Maka Nabi SAW pun memerintahkan agar ia dihukum mati. Ibnu Hisyam mengatakan, ketika itulah Nabi SAW mengucapkan sabdanya yang terkenal, “Seorang mukmin tidak akan tersengat dari lubang hewan yang sama dua kali.”

Ini menunjukkan bahwa husnudzon kepada seorang penipu bukanlah sikap yang tepat. Kepada orang yang demikian, hendaklah kita bersikap waspada. Husnudzon kepada orang yang tidak tepat itulah yang sering membuahkan penyesalan di kemudian hari, sebagaimana khabar riwayat Imam Ibnu `Asakir dari Sayidina Ibnu Abbas ra, yang sudah kami tampilkan di atas "من حسن ظنه بالناس كثرت ندامته"

Kalau kita mau memahami, ini juga merupakan peringatan agar kita tidak lalai dan tidak gampang terbujuk terhadap manusia lainnya yang penuh tipu daya. Karena itu, sudah seharusnya bagi seorang muslim pandai menggunakan kecerdasannya dalam memahami situasi dan memahami penempatan sesuatu sesuai tempatnya.

Kita harus berhusnudzon kepada orang yang baik dan bersifat amanah. Sedangkan kepada orang yang jahat, buruk sifatnya dan munafik hendaklah kita bersikap waspada. Demikianlah seharusnya sikap seorang muslim, ia harus cerdas dalam memahami situasi dan kondisi, sehingga ia bisa mengambil sikap, tahu kapan harus berhusnudzon dan kapan harus su'udzon (waspada).


وَاللهُ أعْلَمُ بِالصَّوَاب
___________________________________
Referensi: 
  • Mukhtarul Ahadits Annabawiyyah, Nomor hadits 44
  • Kitab Faydhul Qadir, Nomor hadits 231

[احترسوا من الناس]  أي من شرارهم  [بسوء الظن]

 أي تحفظوا منهم تحفظ من أساء الظن بهم كذا قاله مطرف التابعي الكبير وقيل أراد لا تثقوا بكل أحد فإنه أسلم لكم ويدل عليه خبر ابن عساكر عن ابن عباس رضي الله تعالى عنهما مرفوعا من حسن ظنه بالناس كثرت ندامته وقال معاوية لعبيد بن شبرمة وقد أتت عليه مائتا سنة ما شاهدت؟ قال أدركت الناس وهم يقولون ذهب الناس وقيل ما بقي من الناس إلا كلب نابح أو حمار رامح فاحذروهما وقال بعضهم لو أن الدنيا ملئت سباعا وحيات ما خفتها فلو بقي إنسان واحد لخفته ومن أمثالهم: رب زائر يراوحك ويغاديك وهو ممن يكادحك ويعاديك

 : وما أحسن قول الصولي

لو قيل لي خذ أمانا. . . من أعظم الحدثان

لما أخذت أمانا. . . إلا من الخلان

.ولا يعارض هذا خبر إياكم وسوء الظن لأنه فيمن تحقق حسن سريرته وأمانته
والأول فيمن ظهر منه الخداع والمكر وخلف الوعد والخيانة والقرينة تغلب أحد الطرفين فمن ظهرت عليه قرينة سوء يستعمل معه سوء الظن وخلافه خلافه. وفي أشعاره تحذير من التغفل وإشارة إلى استعمال الفطنة فإن كل إنسان لا بد له من عدو بل أعداء يأخذ حذره منهم قال بعض العارفين هذه حالة كل موجود لا بد له من عدو وصديق بل هذه حالة سارية في الحق والخلق قال الله تعالى {يا أيها الذين آمنوا لا تتخذوا عدوي وعدوكم أولياء} فهم عبيده وهم أعداؤه فكيف حال العبيد بعضهم مع بعض بما فيهم من التنافس والتباغض والتحاسد والتحاقد؟

(طس عد)
وكذا العسكري في الأمثال كلهم (عن أنس) قال الهيتمي تفرد به بقية بن الوليد وهو مدلس وبقية رجاله ثقات انتهى. وقال المؤلف في الكبير حسن وهو ممنوع فقد قال ابن حجر في الفتح خرجه الطبراني في الأوسط من طريق أنس وهو من رواية بقية بالعنعنة عن معاوية بن يحيى وهو ضعيف فله علتان التابعي وصح منه قول مطرف أخرجه مسدد


فيض القدير شرح الجامع الصغير - المناوي - ج ١ - الصفحة ٢٣٥



Berbagi

Posting Komentar