Al-FaSya
Al-FaSya
Admin
Halo 👋
Ada yang bisa dibantu?

Ini Syarat Mengamalkan Hadits Dhaif

 


Imam An-Nawawi dalam berbagai karangannya menyampaikan bahwa hadis dhaif boleh diamalkan sebagai fadhailul a’mal (amalan fadhilah). Salah satunya tersebut dalam kita Al-Arba'in An-Nawawiyyah:

وقد اتفق العلماء على جواز العمل بالحديث الضعيف في فضائل الأعمال

“Ulama telah sepakat atas diperbolehkannya mengerjakan suatu amal dengan berdasar hadis dhaif dalam fadhailul a’mal.”


Imam Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak meriwayatkan apa yang dikatakan Abu Sa’id Abdurrahman bin Mahdi (Salah satu ulama ahli hadits):

إذا روينا عن النبي صلى الله عليه وسلم في الحلال والحرام والأحكام شددنا في الأسانيد وانتقدنا الرجال وإذا روينا في فضائل الأعمال والثواب والعقاب والمباحات والدعوات تساهلنا في الأسانيد

“Ketika kami meriwayatkan hadis dari Nabi Saw yang menjelaskan halal-haram dan hukum, kami akan memperketat sanadnya dan dan meneliti para rawinya. Dan ketika kami meriwayatkan hadis tentang fadhailul a’mal, pahala, siksa, hal-hal mubah, dan doa-doa, kami mempermudah urusan sanad (tidak memperketat dalam menyeleksi).”


Apa yang disampaikan Abu Sa’id di atas memberikan gambaran pada kita bahwa dalam meriwayatkan hadits para ulama lebih toleran dalam masalah fadhailul a’mal, tidak seketat hadits yang berisi hukum halal-haram. Barangkali sebagian orang sering mendengar istilah fadhailul a’mal, tapi belum mengetahui maksudnya. 

Syaikh Ali Jum’ah dalam Al-Bayan menjelaskan:

فضائل الأعمال مركب لفظي يتوقف فهم معناه على فهم جزئيه ففضائل: جمع فضيلة والأعمال: جمع عمل والمقصود بفضائل الأعمال هي ما رغب فيه عمله الشرع من فضائل كالذكر، والدعاء، والمندوبات الموافقة الأصول الشريعة

“Istilah fadhailul a’mal adalah sebuah susunan lafadz. Maknanya bisa diketahui jika mengetahui makna 2 lafadz asalnya. Fadhail (فضائل) adalah bentuk jamak dari fadhilah-فضيلة (keutamaan), sedangkan a’mal-أعمال adalah bentuk jamak dari 'amal-عمل. Adapun yang dimaksud fadhailul a’mal adalah hal yang dianjurkan syariat untuk diamalkan seperti dzikir, doa, dan ibadah-ibadah sunnah lain yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar syariat.”


Syaikh Ar-Ramli di bagian akhir fatwa beliau terkait pembahasan ini mengatakan:

وعلم أيضا أن المراد الأعمال وعلم أيضا أن المراد بفضائل الأعمال الترغيب والترهيب وفي معناها القصص ونحوها

“Dapat diketahui dari penjelasan yang telah lalu bahwa yang dimaksud fadhailul a’mal adalah anjuran (targhib) dan ancaman (tarhib) pada suatu amal, kisah-kisah, dan yang semisalnya.”

 

Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan Ketika Mengamalkan Hadits Dhaif. 

1. Imam Jalaludin Al-Suyuthi dalam Tadrib al-Rawi menyampaikan:


وذكر شيخ الإسلام له ثلاثة شروط أحدها أن يكون الضعف غير شديد فيخرج من انفرد من الكذابين والمتهمين بالكذب ومن فحش غلطه نقل العلائي الاتفاق عليه الثاني أن يندرج تحت أصل معمول به الثالث أن لا يعتقد عند العمل به ثبوته وقال هذان ذكرهما ابن عبد السلام وابن دقيق العيد


“Syaikhul Islam menyebutkan ada 3 syarat dalam mengamalkan hadits dhaif.
Pertama, tingkat kedhaifannya tidak terlalu kuat, maka hadis yang diriwayatkan hanya oleh satu perawi yang dikenal berbohong atau diduga berbohong, dan rawi yang sangat besar kekeliruannya tidak dapat diamalkan. Imam Al-‘Alla’i menukil bahwa syarat pertama ini disepakati oleh para ulama. Kedua, makna dari hadits dhaif itu tercakup dalam prinsip umum syariat.
Ketiga, tidak diyakini bahwa itu ucapan Nabi Saw.
Dua syarat terakhir ini disebutkan oleh Imam Izzudin bin Abdissalam dan Ibn Daqiq Al-‘Id.”


Maksud dari syarat kedua, yaitu makna hadis harus tercakup dalam naungan kaidah umum syariat adalah sebagaimana dicontohkan Ibn Daqiq Al-‘Id dalam Syarah Al-Arba’in, yaitu semisal ada hadis dhaif yang menganjurkan untuk salat sunah setelah tergelincirnya matahari, maka hadis tersebut boleh diamalkan karena maknanya masih dalam naungan kaidah umum syariat yaitu anjuran untuk memperbanyak salat secara umum.


2. Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan syarat-syarat diperbolehkannya mengamalkan hadis dhaif, yaitu:

  1. Hadits dhaif tersebut mengenai keutamaan-keutamaan beramal.
  2. Tingkat kedhaifannya tidak terlalu berat, sehingga tidak dibolehkan mengamalkan hadis-hadis dhaif yag diriwayatkan oleh orang pendusta, yang dituduh berbuat dusta, dan yang sangat buruk kesalahannya.
  3. Hadis dhaif itu harus bersumber pada dalil yang bisa diamalkan.
  4. Pada waktu mengamalkan hadis dhaif tidak boleh mempercayai kepastian hadis itu, melainkan harus dengan niat ikhtiyat (berhati-hati dalam agama).

Beberapa Ulama yang menegaskan dibolehkannya mengamalkan hadis dhaif dalam bidang keutamaan-keutamaan amal, di antaranya ialah:

  • Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Targib.
  • Imam Al-Iraqi dalam kitab Syarah Alfiyah Al-Iraqi
  • Ibnu Hajar Al-Asqalaani dalam kitab Syarah Al-Nukhbah.
  • Syekh Zakariya Al-Anshari dalam kitab Syarah Alfiyah Al-Iraaqi.
  • Al-Allaamah Al-Lukhnuwi dalam risalahnya yang membehas secara lengkap tentang hadis dhaif yang berjudul Al-Ajwibah Al-Fashilah.
  • Al-Sayyid Alawi Al-Maliki dalam kitab Risalah khusus tentang hukum hadis dhaif.

Wallahu a’lam.

Berbagi

Posting Komentar