Al-FaSya
Al-FaSya
Admin
Halo 👋
Ada yang bisa dibantu?

Penjelasan Kitab Aqidatul Awam Bait 1 - 10



Bait 1

أَبْـدَأُ بِـاسْمِ اللهِ وَالرَّحْـمَنِ (1) وَبِالرَّحِـيْـمِ دَائـِمِ اْلإِحْـسَانِ

Saya (Mushonnif / Pengarang Kitab) memulai dengan menyebut nama Allah, Dzat yang Maha Pengasih, dan Maha Penyayang yang senatiasa memberikan kenikmatan tiada putusnya.

Saya (Mushonnif / Pengarang Kitab), yakni Syekh Ahmad Marzuqi Al-Maliki memulai kitab ini dengan menyebut nama Allah SWT, Dzat yang Maha Pengasih (Dzat pemberi nikmat dengan seagung-agungnya nikmat, pokok-pokok nikmat seperti iman, kesehatan, rizqi, pendengaran, dsb.) dan Maha Penyayang (Dzat pemberi nikmat-nikmat yang bentuknya lembut (cabang) seperti bertambahnya iman, kesempurnaan nikmat, pendengaran, penglihatan dsb.) yang senatiasa memberikan kenikmatan tiada putusnya.

Bait 2
فَالْحَـمْـدُ ِللهِ الْـقَدِيْمِ اْلأَوَّلِ (2) اَلآخِـرِ الْبَـاقـِيْ بِلاَ تَحَـوُّلِ

Maka segala puji bagi Allah Yang Maha Dahulu, Yang Maha Awal, Yang Maha Akhir, Yang Maha Tetap tanpa ada perubahan.

Dan saya (mushonnif/pengarang kitab) juga memulai mengarang Mandzumah (nadzhom2) ini dengan menambahkan hamdalah, maksdunya adalah dengan memuji dengan lisan pada Allah yang Qodim, Al Awwal, Al Akhir, Al Baqi disertai penghormatan padaNya dan meyakini bahwa setiap pujian itu tetap padaNya.

Arti lafal الحمد menurut bahasa adalah pujian dengan lisan atas segala sesuatu yang tidak secara ikhtiar disertai rasa penghormatan baik nikmat itu diterima atau tidak. Adapun menurut syara’ adalah perbuatan yang tumbuh (timbul) dari penghormatan Sang Pemberi nikmat disebabkan bahwa Dia adalah pemberi nikmat walaupun tanpa ada orang yang memuji, baik perbuatan itu berupa dzikir dengan lisan, cinta dalam hati atau dilakukan dengan perbuatan.

Arti القديم adalah : Allah yang mewujudkan tanpa diawali dan wujudnya terus berlangsung.

Arti الاًول adalah : sebelum adanya segala sesuatu tanpa ada permulaannuya.

Arti الاخر adalah : setelah adanya sesuatu tanpa ada akhirannya.

Arti الباقي adalah : kekal yang terus berlangsung

Arti بلا تحول adalah : tanpa ada perubahan dan ini adalah penjelasan sifat Al Baqi.


Bait 3
ثُمَّ الـصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ سَـرْمَدَا (3) عَلَى الـنَّـبِيِّ خَيْرِ مَنْ قَدْ وَحَّدَا

Kemudian, semoga sholawat dan salam senantiasa tercurahkan pada Nabi sebaik-baiknya orang yang mengEsakan Allah.

Kata sholawat (الصلاة) menurut bahasa adalah berdo’a untuk kebaikan.
Apabila kata Sholawat disandarkan pada Allah Ta’ala, maka mempunyai arti penambahan nikmat yang disertai dengan pengagungan dan penghormatan. Ada riwayat dari ibnu Abbas ra. bahwasannya : Sholawat dari Allah berarti Rohmat, jika dari hamba berarti do’a, dan jika dari malaikat berarti memintakan ampun.

Lantas muncul pertanyaan, 
Apa perlunya mengucapkan shalawat (do’a) kepada Nabi Muhammad SAW padahal beliau adalah orang yang mulia dan terpilih, dengan jaminan surga dari Allah SWT?
Di dalam al-Qur’an disebutkan Allah SWT dan para malaikat mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Sekaligus perintah Allah SWT kepada seluruh umat Islam untuk membaca shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.(QS. al-Ahzab : 56).

Sebagian ulama menyatakan bahwa shalawat adalah mendoakan Nabi Muhammad SAW, agar pada masa yang akan datang, rahmat dan salam Allah SWT itu akan terus diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagian ulama lain mengatakan bahwa walaupun shalawat adalah mendo’akan Nabi Muhammad SAW namun pada hakikatnya ketika seorang membaca shalawat ia sedang bertawassul dan mengharapkan barokah Allah SWT turun kepada dirinya dengan perantara shalawat tersebut. Oleh karena itulah ketika seseorang membaca shalawat, niatnya tidak untuk mendoa’kan Nabi Muhammad SAW, tetapi mengharap kepada Allah SWT agar semua keinginannya bisa terkabulkan dengan barokah shalawat yang dibaca.

Bait 4
وَآلِهِ وَصَـحْبِهِ وَمَـنْ تَـبِـعْ (4) سَـبِيْلَ دِيْنِ الْحَقِّ غَيْرَ مُـبْـتَدِعْ

Dan keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jalan agama yang benar bukan jalannya orang-orang yang berbuat bid’ah.

Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW kemudian diiringi dengan shalawat kepada keluarga dan para sahabat Nabi Muhammad SAW, serta kepada orang-orang yang mengikuti jalan agama secara benar bukan orang-orang yang berbuat bid’ah.

Yang dimaksud dengan Keluarga Nabi dalam bait ini ialah Keluarga Nabi dalam kedudukan do’a, yakni setiap mukmin yang bertaqwa. Hal ini berdasar hadits Nabi dari riwayat Anas bin Malik ra. berkata : Rasululloh SAW ditanya, “Siapa keluarga Muhammad itu?” kemudian beliau menjawab, “Keluarga Muhammad adalah setiap orang yang bertaqwa.”

Adapun Keluarga Nabi dalam kedudukan zakat, Imam Malik Rahimahulloh berpendapat, mereka (keluarga Nabi) adalah bani Hasyim saja. Sedangkan Imam Syafi’i Rahimahulloh berpendapat, mereka (keluarga Nabi) adalah bani Hasyim dan Bani Mutholib.

Kemudian, yang dimaksud Sahabat Nabi adalah orang-orang yang pernah melihat Nabi dalam keadaan Islam dan meninggalkan dunia tetap pada keislamannya. Sahabat adalah orang-orang yang mulia, dan selalu dalam petunjuk Allah SWT, walaupun bukan berarti mereka tidak pernah berbuat salah dan dosa. Di antara mereka ada yang telah dijamin masuk surga. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keimanan yang kokoh, rela mengorbankan harta bahka nyawa demi kejayaan agama Allah SWT. Taat beribadah kepada Allah SWT dengan sepenuh hati, bersujud demi mengabdi kepada Allah SWT.

Yang dimaksud bid’ah menurut bahsa berarti sesuatu yang baru tanpa ada contoh sebelumnya. Sedangkan menurut syara’ yaitu sesuatu yang baru yang bertentangan dengan ketentuan pembuat Syara’ (Allah).

Bait 5
وَبَعْدُ فَاعْلَمْ بِوُجُوْبِ الْمَعْرِفَـهْ (5) مِنْ وَاجِـبٍ ِللهِ عِشْـرِيْنَ صِفَهْ

Dan setelahnya ketahuilah dengan yakin bahwa Allah itu mempunyai 20 sifat wajib.

Yang dimaksud sifat wajib di sini adalah sesuatu yang pasti ada atau dimiliki Allah SWT atau rasul-Nya, di mana akal tidak akan membenarkan jika sifat-sifat itu tidak ada pada Allah SWT dan rasul-Nya. Allah itu mempunyai 20 sifat wajib. Selain 20 sifat wajib itu, ada juga sifat mustahil dan sifat jaiz yang dimiliki Allah dan Rasul-nya yang dikenal dengan istilah Aqoid lima puluh

Aqoid lima puluh adalah 50 hal yang wajib ketahui dan diyakini oleh seorang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

اِعْلَمْ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ أَنْ يَعْرِفَ خَمْسِيْنَ عَقِيْدَةً وَكُلُّ عَقِيْدَةٍ يَجِبُ عَلَيْهَ أَنْ يَعْرِفَ لَهَا دَلِيْلاً اِجْمَالِيّا أَوْ تَفْصِيْلِيًّا (كفاية العوام، 3).

“Ketahuilah bahwa setiap muslim (laki-laki maupun perempuan) wajib mengetahui lima puluh akidah beserta dalil-dalilnya yang bersifat global atau terperinci.” (Kifayatul 'Awam, 3).

Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah terdiri dari 50 aqidah, yang dimasukkan ke dalam 2 bagian, yaitu
  1.      Aqidah Ilahiyyah (عقيدة الهية), dan
  2.      Aqidah Nabawiyah (عقيدة نبوية)

Aqidah Ilahiyyah terdiri dari 41 sifat, yaitu:

a.      20 sifat yang wajib bagi Allah swt:

wujud (وجود), qidam (قدم), baqa (بقاء), mukhalafah lil hawaditsi (مخالفة للحوادث), qiyamuhu bin nafsi (قيامه بالنفس), wahdaniyyat (وحدانية), qudrat (قدرة), iradat (ارادة), ilmu (علم), hayat (حياة), sama' (سمع), bashar (بصر), kalam (كلام), kaunuhu qadiran (كونه قديرا), kaunuhu muridan (كونه مريدا), kaunuhu 'aliman (كونه عليما), kaunuhu hayyan (كونه حيا), kaunuhu sami'an (كونه سميعا), kaunuhu bashiran (كونه بصيرا), dan kaunuhu mutakalliman (كونه متكلما).

b.      20 sifat yang mustahil bagi Allah swt:
'adam (tidak ada), huduts (baru), fana' (rusak), mumatsalah lil hawaditsi (menyerupai makhluk), 'adamul qiyam bin nafsi (tidak berdiri sendiri), ta'addud (berbilang), 'ajzu (lemah atau tidak mampu), karohah (terpaksa), jahlun (bodoh), maut, shamam (tuli), 'ama (buta), bukmun (gagu), kaunuhu 'ajizan, kaunuhu karihan, kaunuhu jahilan (كونه جاهلا), kaunuhu mayyitan (كونه ميتا), kaunuhu ashamma (كونه أصم), kaunuhu a'ma (كونه أعمى), dan kaunuhu abkam (كونه أبكم).

c.       1 sifat yang ja'iz bagi Allah swt.

 

Sedangkan, Aqidah Nabuwiyah terdiri dari 9 sifat, yaitu:

a.      4 sifat yang wajib bagi para Nabi dan Rasul:
        siddiq (benar), tabligh (menyampaikan), Amanah, dan fathanah (cerdas).

b.      4 sifat yang mustahil bagi para Nabi dan Rasul:
        kidzib (bohong), kitman (menyembunyikan), khianat, dan baladah (bodoh).

c.       1 sifat yang ja'iz bagi para Nabi dan Rasul.

Bait 6
فَاللهُ مَوْجُـوْدٌ قَـدِيْمٌ بَاقِـي (6) مُخَالـِفٌ لِلْـخَـلْقِ بِاْلإِطْلاَقِ

Allah itu Wujud (Ada), Qodim (Dahulu), Baqi (Kekal) dan berbeda dengan makhlukNya secara mutlak.

Sifat Wajib Allah SWT yang dua puluh tersebut adalah sebagai berikut:

1. Wujud (Ada)
Allah SWT adalah Tuhan yang wajib kita sembah itu pasti ada. Allah SWT, ada tanpa ada perantara sesuatu dan tanpa ada yang mewujudkan. Firman Allah SWT:

إِنَّنِي أَنَا اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِي (طه،14).

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha : 14).

Kalau sekarang manusia tidak bisa melihat Allah SWT, itu karena memang ada hijab sehingga manusia tidak mampu melihat Allah SWT, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Musa AS (QS. Al-A'raf : 143). Kelak di surga, ketika hijab itu diangkat, manusia akan mampu melihat jelas Dzat Allah SWT dan dengan mata telanjang. Sabda Nabi SAW:

عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ كُنَّا عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَظَرَ إِلَى الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ فَقَالَ إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لاَ تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ (رواه البخاري ومسلم)

“Dari Jarir bin Abdillah RA ia berkata, "Suatu malam kami berkumpul bersama Nabi SAW. Kemudian Nabi SAW melihat bulan purnama, lalu bersabda, "Sesungguhnya kelak kalian akan melihat Tuhan kalian (sama jelasnya ) seperti kalian melihat bulan purnama ini, kalian tidak silau ketika melihatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Seorang badui ditanya tentang bukti adanya Allah. Dia menjawab : kotoran unta itu menunjukkan adanya unta dan kotoran hewan (teletong : jawa) menunjukkan adanya hewan keledai dan bekas kaki itu menunjukkan adanya orang yang berjalan, maka langit itu mempunyai bintang dan bumi mempunyai jalan yang terbentang dan laut mempunyai ombak yang bergelombang, apakah semua itu tidak menunjukkan atas adanya pencipta yang bijak, lagi Maha Berkuasa dan Maha Mengetahui? Adanya alam semesta beserta isinya merupakan tanda bahwa Allah SWT ada. Dialah yang menciptakan alam raya yang menakjubkan ini.

Kebalikan sifat ini adalah sifat adam (العدم), yakni Allah SWT mustahil tidak ada.

2. Qidam (Dahulu)
Sebagai Dzat yang menciptakan seluruh alam, Allah SWT pasti lebih dahulu sebelum makhluk. Tidak ada permulaan pada wujudnya Allah Ta’ala maksudnya bahwa Allah Ta’ala tidak mempunyai permulaannya karena Allah Dzat yang agung, pencipta alam semesta dan pencipta makhluk yang ada, maka sudah pasti Allah lebih dahulu daripada yang diciptakan oleh Allah SWT. Firman Allah SWT:

هُوَ اْلأَوَّلُ وَاْلآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (الحديد، 3)

“Dialah yang Awal dan yang akhir yang Zhahir dan yang Bathin; dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. al-Hadid : 3)

Dahulu bagi Allah SWT berarti tanpa awal. Tidak berasal dari tidak ada kemudian menjadi Ada. Sabda Nabi SAW:

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم، كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ (رواه البخاري والبيهقي).

Dari Imron bin Hushain RA, Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT ada (dengan keberadaan tanpa permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya.” (HR. al-Bukhari dan al-Baihaqi).

Kebalikannya adalah huduts (حدوث), yakni mustahil Allah SWT itu baru dan memiliki permulaan.

3. Baqa’ (Kekal)
Arti baqa' adalah bahwa Allah SWT senantiasa ada, tidak akan mengalami kebinasaan atau rusak. Tiada akhir bagi keberadaan atau wujud Allah, Dia tetap ada selama-lamanya. Tidak ada pengakhiran pada wujudnya Allah bahwa Allah Ta’ala senantiasa ada tanpa ada ujung dan senantiasa kekal tanpa ada akhirannya. Dalam al-Qur’an disebutkan:

كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ (الرحمن،26-27)

“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (QS. ar-Rahman : 26-27).

Allah SWT adalah Dzat yang Maha Mengatur alam semesta. Dia selalu ada selama-lamanya dan tidak akan binasa untuk mengatur ciptaan-Nya itu. Hanya kepada-Nya seluruh kehidupan ini akan kembali. Firman Allah SWT:

كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (القصص، 88)

“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS. al-Qashash : 88).

Kebalikannya adalah sifat Fana (فناء), yang berarti mustahil Allah SWT tidak kekal.

4. Mukhalafatu Lilhawaditsi, (Berbeda dengan makhluk)
Allah SWT pasti berbeda dengan segala yang baru (makhluk). Perbedaan Allah SWT dengan makhluk itu mencakup segala hal, baik dalam sifat, dzat dan perbuatannya. Firman Allah SWT:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ. (الشورى، 11)

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. as-Syura : 11).

Apapun yang terlintas di dalam benak dan pikiran seseorang, maka Allah SWT tidak seperti yang dipikirkan itu. Imam Ahmad mengatakan :

مَهْمَا تَصَوَّرْتَ بِبَالِكَ فَاللهُ بِخِلاَفِ ذَلِكَ. (الفرق بين الفرق، 20).

“Apapun yang terlintas di benakmu (tentang Allah SWT) maka Allah SWT tidak seperti yang dibayangkan itu.” (Al-Farqu Bainal Firoq, 20).

Karena itulah seorang mukmin tidak diperkenankan membahas Dzat Allah SWT karena ia tidak akan mampu untuk melakukannya. Justru ketika ia menyadari akan kelemahannya itu, maka pada saat itu sebenarnya ia telah mengenal Allah SWT. Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq mengatakan:

اَلْعَجْزُ عَنْ دَرْكِ اْلإِدْرَاكِ اِدْرَاكٌ وَالْبَحْثُ عَنْ ذَاتِهِ كُفْرٌ وَإشْرَاكٌ

“Ketidak-mampuan untuk mengetahui Allah SWT adalah sebuah kemampuan. Sedangkan membahas Dzat Allah SWT adalah kufur dan syirik.”

Kebalikannya adalah mumatsalatuhu lilhawaditsi (مماثلته للحوادث), yakni mustahil Allah SWT sama dengan makhluk-Nya.

Bait 7
وَقَـائِمٌ غَـنِيْ وَوَاحِـدٌ وَحَيّ (7) قَـادِرْ مُـرِيْـدٌ عَـالِمٌ بِكُلِّ شَيْ

“Berdiri sendiri, Maha Esa, Maha Hidup, Maha Kuasa, Maha Menghendaki, Maha Mengetahui atas segala sesuatu.”

5. Qiyamuhu Binafsih (berdiri sendiri)
Berbeda dengan makhluk yang masih membutuhkan sesuatu yang lain diluar dirinya, Allah SWT tidak butuh terhadap sesuatu apapun. Allah SWT tidak membutuhkan tempat dan dzat yang menciptakan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

إِنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ (العنكبوت، 6).

“Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. al-Ankabut : 6).

Allah SWT Maha Kuasa untuk mewujudkan sesuatu tanpa membutuhkan bantuan makhluk-Nya. Tetapi merekalah yang membutuhkan Allah SWT. Firman Allah SWT:

يَاأَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلىَ اللهِ وَاللهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ (فاطر، 15)

“Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (QS. Fathir : 15).

Allah SWT tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya. Bahkan terhadap ibadah yang dilakukan seorang hamba, Allah SWT tidak membutuhkannya. Ketika Allah SWT mensyariatkan shalat, puasa, zakat, haji, sedekah dan lain sebagainya, maka itu bukan karena Allah SWT membutuhkannya. Tetapi karena di dalamnya ada manfaat besar yang akan dirasakan oleh orang-orang yang melaksanakan-Nya. Jadi ibadah itu bukan untuk kepentingan Allah SWT, tetapi itu adalah kebutuhan kita sebagai hamba.

Kebalikan dari sifat ini adalah ihtiyajuhu li ghairihi (إحتياجه لغيره) artinya mustahil Allah SWT butuh kepada makhluk.

6. Wahdaniyat (Esa/satu)
Allah SWT satu/esa, tidak ada tuhan selain Diri-Nya. Allah SWT Maha Esa dalam Dzat, Sifat dan perbuatan-Nya. Firman Allah SWT:

قُلْ إِنَّمَا يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلهٌ وَاحِدٌ فَهَلْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (الأنبياء، 108)

“Katakanlah: "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: "Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa, maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)” (QS. al-Anbiya' : 108).

Satu dalam Dzat Artinya, bahwa Dzat Allah SWT satu, tidak tersusun dari beberapa unsur atau anggota badan dan tidak ada satupun dzat yang menyamai Dzat Allah SWT.

Satu dalam sifat artinya bahwa sifat Allah SWT tidak terdiri dari dua sifat yang sama, dan tidak ada sesuatupun yang menyamai sifat Allah SWT.

Dan satu dalam perbuatan adalah bahwa hanya Allah SWT yang memiliki perbuatan. Dan tidak satupun yang dapat menyamai perbuatan Allah SWT.

Sifat yang mustahil bagi-Nya yaitu “ta’addud" (تعدد) berbilangan, bahwa mustahil Allah lebih dari satu. Firman Allah SWT :

 

لَوْ كَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ (الأنبياء، 22)

“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS. al-Anbiya’: 22).

7. Qudrat (Kuasa)
Allah SWT Maha Kuasa dengan kekuasaan yang tidak terbatas. Kekuasaan Allah SWT meliputi terhadap segala sesuatu. Kuasa untuk mewujudkan dan meniadakan segala sesuatu yang dikehendaki-Nya. Allah SWT berfirman:

وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (الحشر، 6)

“Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. al-Hasyr : 6).

Kalau Allah SWT tidak kuasa, tentu Ia tidak akan mampu meciptakan alam raya yang sangat menakjubkan ini. Karena itu, mustahil bagi Allah SWT memiliki sifat al-'Ajzu (العجز) yang berarti lemah.

8. Iradah (Berkehendak)
Allah SWT Maha berkehendak, dan tidak seorangpun yang mampu menahan kehendak Allah SWT. Dan segala yang terjadi di dunia berjalan sesuai dengan kehendak Allah SWT. Allah SWT berfirman:

قُلْ فَمَنْ يَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ بِكُمْ ضَرًّا أَوْ أَرَادَ بِكُمْ نَفْعًا بَلْ كَانَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيراً. (الفتح، 11)

“Katakanlah: "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfa`at bagimu. Sebenarnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Fath : 11).

Allah SWT juga berfirman:

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (يس، 82).

“Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia.” (QS. Yasin : 82).

 

Lawan dari sifat ini adalah (الكراهة) yang mempunyai makna “terpaksa", yakni mustahil Allah berbuat sesuatu karena terpaksa, atau tidak dengan kehendak-Nya sendiri.

9. Ilmu (Mengetahui)
Allah SWT adalah Dzat yang Maha Menciptakan, maka Ia pasti mengetahui segala sesuatu diciptakan-Nya. Allah SWT mengetahui dengan jelas akan semua perkara yang jelas tampak ataupun yang samar, tanpa ada perbedaan antara keduanya. Allah SWT berfirman:

إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَمَا يَخْفَى. (الأعلى، 7).

“Sesungguhnya Dia mengetahui yang terang dan yang tersembunyi.” (QS. al-A’la : 7).

Kebalikan sifat ini adalah al-jahlu (الجهل), yang berarti bodoh. Bahwa mustahil Allah SWT bodoh atau tidak mengetahui pada apa yang diciptakan.

10. Hayat (Hidup)
Allah SWT Maha Hidup, dan hidup Allah SWT adalah kehidupan abadi, tidak pernah dan tidak akan mati.

وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱلْحَيِّ ٱلَّذِي لاَ يَمُوتُ وَسَبِّحْ بِحَمْدِهِ وَكَفَىٰ بِهِ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيراً. (الفرقان : 58).

“Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (Kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.” (QS. al-Furqan : 58).

Kebalikan dari sifat ini adalah al-mautu (الموت), yang berarti mati. Yakni mustahil Allah SWT mati.

Bait 8
سَـمِـيْعٌ اْلبَصِـيْرُ وَالْمُتَكَلِّـمُ (8) لَهُ صِـفَاتٌ سَـبْعَـةٌ تَـنْـتَظِمُ

Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berbicara, Allah mempunyai 7 sifat yang tersusun (teratur).

11. Sama’ (Mendengar)
Allah SWT Maha Mendengar. Namun pendengaran Allah SWT tidak sama dengan pendengaran manusia yang bisa dibatasi ruang dan waktu. Allah SWT mendengar dengan jelas semua yang diucapkan hamba-Nya. Pendengaran Allah SWT tidak berbeda pada perkara yang dhahir atau yang bathin. Firman Allah SWT:

إِنَّهُ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ. (الدخان : 6).

“Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. ad-Dukhan : 6).

Kebalikan dari sifat ini adalah al-shamamu (الصمم) yang berarti tuli. Yakni bahwa mustahil Allah SWT itu tuli.

12. Bashor (Melihat)
Allah SWT Maha melihat segala sesuatu. Baik yang nampak ataupun yang samar. Bahkan andaikata ada semut yang sangat hitam berjalan di tengah malam yang gelap gulita, Allah SWT dapat melihatnya dengan jelas.

فَاطِرُ ٱلسَّمَاوَاتِ وَٱلأَرْضِ جَعَلَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجاً وَمِنَ ٱلأَنْعَامِ أَزْواجاً يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ. (الشورى : 11) 

“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. as-Syura : 11).

Kebalikan sifat ini adalah al-'ama (العمى) yang berarti buta, yakni bahwa mustahil Allah SWT itu buta.

13. Kalam (Berfirman)
Allah SWT Maha berfirman, namun firman Allah SWt tidak sama seperti perkataan manusia yang terdiri dari suara dan susunan kata-kata. Firman Allah SWT, tanpa suara dan kata-kata.

وَرُسُلاً قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِن قَبْلُ وَرُسُلاً لَّمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ ٱللهُ مُوسَىٰ تَكْلِيماً. (النساء : 164).

“Dan (kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (QS. an-Nisa’ :164).

Kebalikan sifat ini adalah al-bakamu (البكم), yang berarti bisu. Yakni bahwa mustahil Allah SWT itu bisu.

Allah mempunyai 7 sifat ini yang tersusun (teratur) yang disebut sifat Ma’nawiyah. Sifat-sifat ini akan dijelaskan dalam bait selanjutnya.

Bait 9
فَقُـدْرَةٌ إِرَادَةٌ سـَمْـعٌ بـَصَرْ (9) حَـيَـاةٌ الْعِلْـمُ كَلاَمٌ اسْـتَمَرْ

Yaitu sifat Qudrat (Berkuasa), Iradat (Menghendaki), Sama' (Mendengar), Bashar (Melihat), Hayat (Hidup), Ilmu (Mempunyai Ilmu) dan Kalam (Berfirman) yang berlangsung terus.

Pada bait-bait seblumnya telah dijelaskan jika Allah Ta’ala mempunyai sifat berkuasa, berkehendak, berilmu, hidup, mendengar, melihat, dan berbicara (berfirman). Dengan demikian, maka secara otomatis Allah Ta’ala mempunyai sifat-sifat berikut ini :

14. Qodiroon (Dialah Yang Maha Kuasa)
15. Muriidan (Dialah Yang Maha Berkehendak)
16. Aaliman (Dialah Yang Maha Mengetahui)
17. Samii'an (Dialah Yang Maha Mendengar)
18. Hayyan (Dialah Yang Maha Hidup)
19. Bashiiron (Dialah Yang Maha Melihat)
20. Mutakalliman (Dialah Yang Maha Berbicara)
Jika diperinci, maka dua puluh sifat wajib bagi Allah SWT terbagi menjadi empat criteria,

1.      Sifat Nafsiyyah, yakni sifat untuk menegaskan adanya Allah SWT, di mana Allah SWT menjadi tidak ada tanpa adanya sifat tersebut. Yang tergolong sifat ini hanya satu, yakni sifat wujud.

2.      Sifat Salbiyyah, yaitu sifat yang digunakan untuk meniadakan sesuatu yang tidak layak bagi Allah SWT. Sifat Salbiyah ini ada lima sifat yakni, 1) Qidam, 2) Baqo', 3) Mukhalafatu lil hawaditsi, 4) Qiyamuhu binafsihi, dan 5) Wahdaniyyah.

3.      Sifat Ma’ani, adalah sifat yang pasti ada pada Dzat Allah SWT. Terdiri dari tujuh sifat, 1) Qudrat, 2) Iradah, 3) Ilmu, 4) Hayat, 5) Sama’, 6) Bashar dan 7) Kalam.

4.      Sifat Ma’nawiyyah, adalah sifat yang mulazimah (menjadi akibat) dari sifat ma’ani, yakni 1) Qadiran, 2) Muridan, 3) Aliman, 4) Hayyan, 5) Sami’an, 6) Bashiran, 7) Mutakalliman.

Bait 10
وَجَائـِزٌ بِـفَـضْـلِهِ وَ عَدْلِهِ (10) تَـرْكٌ لـِكُلِّ مُمْـكِـنٍ كَفِعْلِهِ

Dan adalah boleh dengan karunia dan keadilanNya, Allah memiliki sifat Jaiz / boleh (wewenang) yaitu boleh mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya

Sifat jaiz Allah SWT ada satu, yakni:

فِعْلُ كُلِّ مُمْكِنٍ أَوْ تَرْكُهُ

“Allah berhak untuk mengerjakan sesuatu atau meninggalkan (tidak mengerjakan)-nya.”

Tidak ada satu pun kekuatan yang dapat memaksa-Nya. Allah SWT memiliki hak penuh untuk mengerjakan atau mewujudkan suatu perkara. Sebagaimana juga Allah SWT mempunyai pilihan bebas untuk tidak menjadikannya. Firman Allah SWT:

إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَآ أَرَدْنَاهُ أَن نَّقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ. (النحل :40).

“Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "Kun (jadilah)", maka jadilah ia.” (QS. an-Nahl : 40).

Tidak seorangpun dari makhluk Allah SWT yang berhak untuk memaksa Allah SWT untuk melaksanakan atau meninggalkan sesuatu. Karena Allah SWT adalah Dzat yang Maha Memaksa dan Maha Kuasa, tidak bisa dipaksa atau dikuasai. Sedangkan usaha dan doa manusia hanya sekedar perantara untuk mengharap belas kasih Allah SWT dalam mengabulkan apa yang diinginkan. Keputusan akhir adalah mutlak ada pada kekuasaa Allah SWT. Firman Allah SWT:

وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ. (القصص : 68).

“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia).” (QS. al-Qashash : 68)

Berbagi

Posting Komentar