Al-FaSya
Al-FaSya
Admin
Halo 👋
Ada yang bisa dibantu?

CEMBURU DALAM ISLAM

Konsep, Dalil, dan Batasannya dalam Kehidupan Rumah Tangga


---

Abstrak

Ghirah (kecemburuan) merupakan salah satu konsep penting dalam Islam yang berkaitan erat dengan penjagaan kehormatan, khususnya dalam kehidupan rumah tangga. Dalam praktiknya, ghirah sering kali disalahpahami sebagai sikap posesif, emosional, atau bahkan legitimasi untuk berbuat zalim. Artikel ini bertujuan mengkaji konsep ghirah secara ilmiah berdasarkan dalil Al-Qur’an, hadis Nabi ﷺ, atsar sahabat, serta penjelasan para ulama. Pembahasan difokuskan pada definisi ghirah, contoh penerapannya pada masa sahabat, klasifikasi ghirah yang terpuji dan tercela, serta batasan syar‘i agar ghirah tetap berada dalam koridor keadilan dan akhlak Islam.


---

Pendahuluan

Islam adalah agama yang menjaga kehormatan (al-‘irdh) dan kesucian masyarakat. Salah satu instrumen penjagaan tersebut adalah ghirah, yaitu kecemburuan yang mendorong seseorang untuk melindungi kehormatan diri dan keluarganya dari perkara yang diharamkan. Namun, realitas menunjukkan bahwa ghirah sering kali bergeser dari nilai ibadah menjadi alat pembenaran bagi kecurigaan berlebihan, kekerasan, dan kezaliman. Oleh karena itu, diperlukan kajian ilmiah yang proporsional untuk menempatkan ghirah sesuai dengan tuntunan syariat.


---

Definisi Ghirah

Secara Bahasa

Para ulama bahasa mendefinisikan ghirah sebagai:

> تغيّر القلب وهيجانه خوف المشاركة فيما يختصّ به



“Bergejolaknya hati dan perubahan perasaan karena takut adanya pihak lain yang ikut campur pada sesuatu yang bersifat khusus.”

Secara Istilah Syar‘i

Ghirah adalah dorongan untuk menjaga kehormatan dari perbuatan yang diharamkan oleh Allah, baik pada diri sendiri maupun pada orang yang berada dalam tanggung jawabnya.

Dengan demikian, ghirah bukan sekadar emosi, melainkan sikap penjagaan yang memiliki orientasi moral dan hukum.


---

Landasan Syariat tentang Ghirah

Ghirah Allah dan Rasul-Nya

Nabi Muhammad ﷺ bersabda:

> «إِنَّ اللَّهَ يَغَارُ، وَغَيْرَةُ اللَّهِ أَنْ يَأْتِيَ الْمُؤْمِنُ مَا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ»



“Sesungguhnya Allah itu memiliki ghirah, dan ghirah Allah adalah ketika seorang mukmin melakukan apa yang Allah haramkan atasnya.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa ghirah pada hakikatnya adalah mekanisme penjagaan dari maksiat.


---

Ghirah dalam Praktik Sahabat Nabi ﷺ

1. Sa‘d bin ‘Ubadah رضي الله عنه

Sa‘d bin ‘Ubadah dikenal memiliki ghirah yang sangat kuat. Ketika beliau mengungkapkan sikap keras terhadap pelanggaran kehormatan keluarga, Nabi ﷺ bersabda:

> «أَتَعْجَبُونَ مِنْ غَيْرَةِ سَعْدٍ؟ فَوَاللَّهِ لَأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ، وَاللَّهُ أَغْيَرُ مِنِّي»



Hadis ini menunjukkan bahwa ghirah pada dasarnya terpuji, namun tetap harus dikendalikan oleh hukum dan prosedur syariat.

2. Az-Zubair bin al-‘Awwam رضي الله عنه

Asmā’ binti Abī Bakr رضي الله عنها menyebutkan:

> كان الزبير رجلًا شديد الغيرة



Az-Zubair memiliki ghirah yang kuat, tetapi tetap berada dalam koridor tanggung jawab, nafkah, dan keadilan.

3. Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه dan Fatimah رضي الله عنها

Terdapat kisah populer tentang Ali رضي الله عنه yang meminta Fatimah mematikan lampu agar bayangannya tidak terlihat. Namun, secara ilmiah, kisah ini tidak memiliki sanad sahih dan tidak dapat dipastikan berasal dari Ali رضي الله عنه. Kendati demikian, prinsip ghirah Ali terhadap Fatimah tetap sahih berdasarkan sabda Nabi ﷺ:

> «فَاطِمَةُ بَضْعَةٌ مِنِّي، يُؤْذِينِي مَا آذَاهَا»



Hadis ini menunjukkan perhatian besar terhadap kehormatan dan perasaan Fatimah رضي الله عنها.


---

Klasifikasi Ghirah dalam Islam

Ghirah yang Terpuji (الغيرة المحمودة)

Ghirah ini memiliki ciri-ciri:

Berdasarkan sebab yang nyata

Selaras dengan dalil syar‘i

Bertujuan menjaga kehormatan

Tidak melahirkan kezaliman


Nabi ﷺ bersabda:

> «الغيرة في الريبة»



Yaitu ghirah yang muncul ketika terdapat indikasi pelanggaran yang jelas.

Ghirah yang Tercela (الغيرة المذمومة)

Ghirah ini ditandai dengan:

Tidak adanya sebab yang valid

Berdasarkan prasangka (su’uzhan)

Mengarah pada kezaliman

Menimbulkan kerusakan rumah tangga


Nabi ﷺ menegaskan bahwa ghirah semacam ini dibenci oleh Allah.


---

Batasan Ghirah Menurut Kaidah Fikih

Para ulama merumuskan kaidah penting:

> الغيرة إذا خرجت عن حدّ الشرع صارت ظلمًا



“Ghirah apabila keluar dari batas syariat, maka ia berubah menjadi kezaliman.”

Batasan ini menegaskan bahwa syariat adalah pengendali utama ghirah.


---

Implikasi Praktis dalam Rumah Tangga

Ghirah yang benar akan melahirkan:

Penjagaan aurat dan adab

Ketegasan yang adil

Ketenteraman dan rasa aman


Sebaliknya, ghirah yang menyimpang akan berujung pada:

Kekerasan verbal dan fisik

Hilangnya kepercayaan

Keretakan rumah tangga



---

Kesimpulan

Ghirah merupakan fitrah dan nilai iman dalam Islam, namun ia bukan emosi bebas tanpa kendali. Ghirah yang terpuji adalah ghirah yang tunduk pada syariat, dilandasi ilmu, dan diarahkan untuk menjaga kehormatan. Adapun ghirah yang keluar dari batas syariat berubah menjadi kezaliman dan dosa. Dengan memahami batasan ini, umat Islam diharapkan mampu menempatkan ghirah sebagai ibadah, bukan sebagai sumber kerusakan.


---

Daftar Pustaka Singkat

Al-Bukhari, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī

Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim

Ibn Qayyim al-Jauziyyah, I‘lāmu al-Muwaqqi‘īn

Ibn Taymiyyah, Majmū‘ al-Fatāwā


Berbagi

Posting Komentar